Game online pada telepon pintar tidak melulu dimainkan secara terpekur di dalam ruangan. Ingress contohnya. Ia menuntut pemainnya mobile, menclok sana, menclok sini, untuk menghancurkan musuh-musuh.
Laporan Lazuardi Barkah, Surabaya
SEKITAR lima puluh orang, sebagian besar pria, berkumpul di halaman depan Kenjeran Park. Beberapa orang itu membawa anak dan istri mereka. Semuanya memiliki kesamaan, berdiri sambil menatap layar smartphonemasing-masing. Anak-anak kecil memainkan layar smartphone mereka sambil sesekali berlarian di antara kerumunan. Sementara itu, pria dewasa membentuk kelompok kecil, mengobrol, juga sambil memainkan smartphonemereka.
Suasana itu pecah ketika Teguh Santosa berteriak. ”Siapa yang mulai ngebomduluan?” serunya. Dia merupakan ketua kubu Resistance Surabaya. ”Saya, Mas. Terbawa suasana,” kata Arik Santoso, anggota lain. Seluruh pemain lantas meneriakinya, huuu.
Mungkin bagi orang awam, pemandangan tersebut terlihat aneh. Sekumpulan orang berkumpul di tempat wisata. Namun, mereka tidak masuk ke dalam lokasi wisata. Malah bercengkerama dan memainkan smartphonemereka di depan taman. Ya, setiap Jumat malam, para player Ingress dari kubu resistance itu mengadakan gathering.
Sekilas itulah gambaran aktivitas pemain Ingress di Surabaya. Game smartphone tersebut memang tidak lazim. Basis permainannya menggunakan global positioning system (GPS) di smartphone.
Latar belakang cerita permainan Ingress adalah kedatangan alien di bumi. Beberapa orang percaya bahwa alien itu akan memberikan pencerahan bagi manusia. Baik berupa perkembangan teknologi maupun peradaban. Mereka menyebut dirinya Enlighten dengan mengusung warna hijau sebagai lambang mereka. Namun, tidak semua manusia menyambut alien tersebut dengan tangan terbuka. Beberapa menentangnya. Para penentang itu disebut Resistance. Mereka diwakilkan dengan warna biru.
Nah, alien-alien tersebut bakal mendatangi bumi melalui portal. Portal-portal tersebut, dalam GPS, diwakilkan dengan berbagai objek wisata, monumen bersejarah, atau gedung tempat masyarakat berkumpul. Tugas kedua pihak sudah jelas, menguasai portal untuk kepentingan masing-masing.
Karena memakai fitur GPS sebagai basis, mau tidak mau pemain Ingress harus mendatangi lokasi tersebut secara langsung. Sebagai contoh, beberapa lokasi di Surabaya, antara lain, Tugu Pahlawan, Graha Pena, dan Taman Apsari.
Beberapa lokasi memang mudah diakses dari jalan besar. Namun, beberapa portal berada di tengah perkampungan warga. Umumnya, lokasi perumahan selalu dijaga satpam. Apalagi perumahan yang memiliki satu pintu portal.
Biasanya, ada pemain yang memainkan saat siang. Umumnya, mereka adalah kaum pekerja atau yang sudah berkeluarga. Mereka memainkannya saat berangkat dan pulang kerja. ’’Biasanya berangkat lebih pagi dan mampir ngebom portal dulu,” kata Aulia Rahman, seorang pemain Ingress dengan ID 8AD.
Ada juga pemain yang memainkannya malam. Ciri khasnya, mereka suka bermain militan dengan mobilitas tinggi. Biasanya, mereka adalah para mahasiswa. Namun, ada juga yang memilih main malam karena tidak suka main di bawah terik matahari Surabaya yang menyengat.
Pemain-pemain yang bergerilya saat malam itu kerap harus berurusan dengan pihak berwajib. Mereka sering disangka akan melakukan tindak kriminal. Sebab, pemain Ingress yang bergerilya malam kerap berhenti di pinggir jalan atau depan perumahan. Tujuan mereka adalah menginvasi portal lawan atau membangun pertahanan portal milik kawan.
Karena untuk menyerang dan mempertahankan portal hanya bisa dilakukan pada radius 50 meter, mereka sering harus berhenti di lokasi-lokasi yang menimbulkan salah paham. Misalnya, di depan rumah warga atau masuk ke dalam perumahan. Tidak jarang, pemilik rumah atau pihak keamanan mengira mereka akan melakukan tindak kriminal.
”Sering kami kesulitan menjelaskan,” kata Aulia. Sebab, jika mereka berkata sedang bermain game, pihak keamanan tentu tidak percaya. Dengan logika normal, mana ada orang yang bermain game pada malam di depan rumah orang lain. ’’Cara paling aman ya langsung pergi,” tambahnya.
Beberapa pemain memiliki akal untuk mencari alasan yang tepat. Salah satunya berhenti untuk mencari alamat rumah orang. Saat petugas keamanan datang, dia menunjukkan tampilan game yang mirip dengan Google Maps. Bila sudah demikian, petugas keamanan membiarkan mereka pergi.
Aulia pernah mengalami hal yang sama saat bermain di perumahan di Keputih. Saat sedang asyik bermain malam-malam, dia tanpa sadar masuk ke dalam gerbang portal satu pintu. Petugas keamanan langsung menanyainya. ’’Saya berdalih cari masjid,” ucapnya. Petugas keamanan masih tidak percaya. Setelah berdebat cukup lama, petugas percaya.
Meski menggunakan smartphone, jangan bayangkan para pemain Ingress adalah orang-orang perlente bermobil. Pada kubu Resistance, seorang pemainnya adalah tukang bakso. Dia bernama Arik Santoso. Pria dengan ID can4210k itu mengenal permainan Ingress karena toko audio di depan tempatnya mangkal digunakan sebagai markas operasi pemain Ingress Surabaya. Dari sana, dia mulai aktif bermain.
Awal bermain Ingress, pria yang akrab disebut Ken Arok itu minder. Sebab, teman-teman berkumpulnya rata-rata memiliki pekerjaan yang wow dan berpenampilan high class. ”Dulu pernah diajak berkumpul di gedung yang bagus, saya tidak berani masuk,” ceritanya. Namun, rasa minder itu hilang seiring dengan berjalannya waktu. Apalagi ketua Resistance Surabaya kerap mengingatkan bahwa mereka semua padha-padha mangan segane (sama-sama makan nasi). Jadi, tidak perlu minder.
Sejak saat itu, Ken Arok lebih sregep bekerja. Dia rajin berangkat kerja pagi. Pulang pun larut malam. Bahkan, tidak jarang, dia pulang pukul 03.00 pagi. Anomali gaya hidup itu sudah pasti tercium istrinya. Tidak bisa dimungkiri, pikiran yang tidak-tidak pun hinggap di pikiran istri tercinta.
Agar meyakinkan si istri, Ken Arok mengajaknya bermain. Namun, si istri menolak. Sebab, permainan itu dianggap tidak menarik. Tidak butuh waktu lama, si istri mendapatkan pencerahan. Pencerahan tersebut datang ketika istrinya menyadari bahwa Ken Arok hafal seluk-beluk Surabaya sampai gang paling nyelempit.
Dia lantas mengenal Ingress. Mereka pun kini menjadi satu dari 12 pasangan Resistance di Surabaya. Malah bukan hanya keduanya yang bermain. Anak mereka juga ikut bermain. Kini, mereka kerap pelesir bersama-sama di berbagai sudut kota di Surabaya.
Namun, kisah para pemain Ingress tidak hanya tentang menyatukan manusia dari berbagai lapisan. Permainan itu juga bisa mengakrabkan manusia yang bahkan tidak pernah kenal satu sama lain. Misalnya, yang terjadi pada Garfield Pereira.
Garfield adalah pemain Ingress yang berasal dari India. Juni lalu dia singgah di Lamongan karena pekerjaannya. Yaitu, menyelam untuk keperluan pengeboran minyak offshore. Setelah melakukan pekerjaannya tersebut, pria dengan ID gloryb0x itu nganggur selama tiga hari.
Waktu itu dia gunakan untuk singgah di Surabaya. Selama singgah tersebut, dia menyempatkan diri untuk sekadar say hi kepada para pemain Ingress di Indonesia. Tidak hanya salamnya dibalas, mereka pun berkumpul untuk kopi darat.
Selama tiga hari tersebut, Garfield diajak berkeliling Surabaya. Karena banyak lokasi portal yang merupakan lokasi bersejarah dan pariwisata, secara tidak langsung dia mengunjungi berbagai lokasi yang merupakan jantung Surabaya. Dari sana Garfield juga merasakan keramahan orang Indonesia.
Garfield bukanlah satu-satunya pemain luar yang pernah singgah di Surabaya. Seorang pemain dari Polandia, Blazec Mrozinski, juga pernah berkumpul bersama. Meski hanya sebentar, mereka tetap saling kontak melalui media sosial.
Itulah kisah para pemain Ingress. Ingress sendiri adalah sebuah permainan berbasis komunitas. Seorang pemain tidak bisa menjadi kuat seorang diri. Bisa dikatakan, Ingress memberikan sebuah persamaan kepada semua pemainnya. Bahkan, kepada orang yang tidak pernah bertemu sekalipun. Istilahnya, padha-padha mangan segane. (*/c6/dos)
original source: http://www2.jawapos.com/baca/artikel/8793/dikira-ada-main-kini-istri-ikut-main